Aku Malu, Cinta...
Mungkin terdengar aneh,
lantaran aku yang berani, aku yang terbiasa berbicara di muka umum, aku yang
mampu bernegosiasi dalam memecahkan masalah, dan aku yang mampu memberikan
motivasi kepada banyak orang, merasakan malu yang sangat luar biasa.
Terkadang ku melihat
dia, ku perhatikan dia bertingkah, ku amati cara dia menjalani hidup, yang bisa
saja membuatku berpikir tak ada apa-apanya. Tapi apakah kau tahu maksud yang
sedang ku ungkapkan saat ini. Bukan sebuah kalimat “tak ada apa-apanya”, tapi
bagaimana dengan ketiadaan itu yang malah kuanggap dapat menyempurnakan
hidupku?
Pernah ku mendapatkan
sebuah nasihat, dari orang yang mungkin sudah merasakan asam manis dunia lebih
lama dari aku. Orang itu seketika mengatakan sesuatu tentang “pasangan hidup”.
Dia memberikan nasihat untuk memfokuskan dahulu dalam mencari pasangan yang
sesuai kriteria, barulah mencintainya.
Apakah aku langsung
sependapat dengannya? Dengan lelaki paruh baya, yang mungkin umurnya saja sudah
lebih dari 40 tahun. Tidak, untuk pertama yang aku lakukan adalah mencerna
maksud dari perkataannya dan berusaha mengambil kesimpulan sendiri disertai
dengan pemikiranku saat ini.
Aku takkan pernah tahu
kenapa aku bisa mencintai seseorang, dan seseorang itu adalah dia. Bila ditanya
dengan pertanyaan “mengapa”, tentu akan aku jawab dengan apa yang sedang aku
pikirkan disaat pertanyaan itu melayang kepadaku. Mungkin juga aku akan
mengelak dan mengucapkan bahwa “perasaan itu bukan cinta”.
Sejujurnya, bila aku
berusaha memahami mengapa aku merasakan hal yang berbeda, atau mungkin hanya
perasaan yang tertabur benih harapan, dan sebuah keinginan untuk ke suatu
jenjang yang lebih jauh, aku pun tak tahu dan tak bisa ku pahami. Terkadang
bahkan hampir memasuki kata “sering”, aku merasa malu berada di dekatnya. Malu
yang tak tahu mengapa dan kenapa, malu yang seolah membuat aku ingin berlari
jauh darinya, padahal aku sangat ingin di dekatnya.
Entah siapapun tak akan
mungkin bisa mengerti aku secara sempurna, hanya penciptaku lah yang mampu
memahami aku dalam kondisi apapun, bahkan disaat malu itu datang. Bukankah
sebuah cinta yang belum halal yang terselimut malu alangkah indah bukan? Seperti
salah satu Hadist Riwayat Bukhari bahwa:
“Malu selalu membawa kebaikan”.
Semoga saja
kebaikan-kebaikan itu akan selalu ada, mungkin aku tak pandai dalam menjaga
diri, hati, dan pikiran yang telah tercampur oleh pengaruh-pengaruh negatif di
kehidupan sehari-hari. Tetapi selama ada hari esok, aku masih mempunyai
kesempatan untuk selalu memperbaiki diri. Mencintaimu dengan malu, mungkin hal
aneh yang dianggap oleh kebanyakan orang. Tetapi selama kau mampu memahami dan
menerima, selama itu pula aku akan tetap menjaganya.
Komentar
Posting Komentar