MATERI LEGAL DRAFTING “Gambaran Umum Perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan” Oleh Arum Anggraeni Maulida (Ketua Umum DPM KM-UMY 2014-2015)
Sebagaimana telah
bergabung dalam sebuah keanggotaan lembaga legislatif, kita semua dituntut
untuk mengetahui dan memahami secara harfiah salah satu fungsi utama sebuah
lembaga legislatif yaitu fungsi legislasi (fungsi yang berorientasi pada pembuatan
suatu peraturan). Demi menjalankan fungsi tersebut, seorang anggota lembaga
legislatif mau tidak mau harus mengerti bagaimanakah legal drafting (proses perancangan pembuatan peraturan
perundang-undangan) dilaksanakan. Dalam tulisan singka saya ini, saya akan memaparkan
secara umum mengenai pengertian dasar peraturan perundang-undangan dan
mekanisme legal drafting.
Memahami legal drafting sangatlah diperlukan, mengingat
Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945),
yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Secara otomatis,
apapun hal yang ada di Indonesia, haruslah berdasarkan atau dilandasi oleh
aturan hukum. Dan sebuah produk hukum yang baik, dapat dibuat dengan pemahaman
dan proses legal drafting yang baik.
Dalam memahami
legal drafting yang baik, landasan
hukum yang harus dikuasai adalah
Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 12 Tahun 2011 (UU No. 12 Tahun 2011)
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. UU No. 12 Tahun 2011 ini
adalah Undang-Undang yang mengganti Undang-Undang Negara Republik Indonesia No.
10 Tahun 2004 (UU No. 10 Tahun 2004) tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Dalam Pasal
1 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahap perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Selanjutnya penjelasan dalam Pasal 1 ayat (2) UU tersebut mengenai Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.
Sebelum
beranjak lebih jauh lagi, terlebih dahulu sebaiknya kita mengenali Jenis dan Hierarki[1]
Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12
Tahun 2011, sebagai berikut:
1.
UUD
1945;
2.
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Raykat;
3.
UU/
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
4.
Peraturan
Pemerintah;
5.
Peraturan
Presiden;
6.
Peraturan
Daerah Provinsi; dan
7.
Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota.
Undang-Undang adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden
(Pasal 1 ayat (3)). Dan, materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang
adalah sbb: (Pasal 10 ayat (1))
a.
Pengaturan
lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;
b.
Perintah
suatu UU untuk diatur dengan UU;
c.
Pengesahan
perjanjian internasional tertentu;
d.
Tindak
lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/ atau
e.
Pemenuhan
kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (Pasal 1 ayat
(4)). Perpu juga diatur di dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan
bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
Pada
dasarnya penetapan Perpu oleh Presiden adalah untuk mencegah adanya kekosongan
hukum (legal vacuum) dan dibuat dalam
keadaan memaksa atau genting (sesuai penilaian subjektif dari Presiden). Akan
tetapi, Perpu ini hanya bersifat sementara. Sebuah Perpu harus segera diajukan
persertujuannya kepada DPR. Apabila DPR setuju, Perpu tersebut akan dibahas dan
ditetapkan menjadi UU. Dan apabila DPR tidak menyetujui Perpu tersebut, Perpu
tersebut akan dicabut.
Peraturan
Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (Pasal 1 ayat
(5)). Sedangkan, Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan (Pasal 1 ayat (6)).
Peraturan
Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernbur (Pasal 1
ayat (7)). Dan, Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota dengan persetujuan bersama Bupati/ Walikota (Pasal 1 ayat (8)).
Selanjutnya, demi terciptanya suatu
produk hukum yang baik dari Peraturan Perundang-undangan, haruslah berdasarkan
asas pembentukan peraturan yang baik yang diatur dalam Pasal 5 adalah sebagai
berikut:
a.
Kejelasan
tujuan;
-
Bahwa
setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang
jelas yang hendak dicapai.
b.
Kelembagaan
atau pejabat pembentuk yang tepat;
-
Bahwa
setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan
Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
c.
Keseuaian
antara jenis, hirarki, dan materi muatan;
-
Bahwa
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan;
d.
Dapat
dilaksanakan;
-
Bahwa
setiap Pembentukan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas
Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e.
Kedayagunaan
dan kehasilgunaan;
-
Bahwa
setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
f.
Kejelasan
rumusan; dan
-
Bahwa
setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g.
Keterbukaan.
-
Bahwa
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Materi muatan
suatu Peraturan Perundang-undangan pun harus mencerminkan asas:
a.
Pengayoman;
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan
perlindungan untuk menciptakan ketentaraman masyarakat.
b.
Kemanusiaan;
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proposional.
c.
Kebangsaan;
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
d.
Kekeluargaan;
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan
keputusan.
e.
Kenusantaraan
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
f.
Bhineka
Tunggal Ika;
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agam, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam
kehidupan bermasayarakat, berbangsa, dan bernegara.
g.
Keadilan;
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan
secara proposional bagi setiap warga negara.
h.
Kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras,
golongan, gender, atau status sosial.
i.
Ketertiban
dan kepastian hukum; dan/ atau
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j.
Keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan.
-
Bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keselarasan, antara kepentingan individu, masayarakat dan
kepentingan bangsa dan negara.
Setelah
mengetahui beberapa pemaparan umum dan singkat mengenai Peraturan
Perundang-undangan, saatnya kita memasuki proses perencanaan suatu Peraturan
Perundang-undangan. Bila kita berbicara mengenai perencanaan peraturan
perundang-undangan, kita akan mengenali beberapa istilah sebagai berikut:
1.
Program
Legislasi Nasional (Prolegnas), yaitu perencanaan penyusunan suatu
Undang-Undang. Penyusunan prolegnas sendiri untuk jangka 5 tahun, dilaksanakan
oleh DPR dan Presiden.
2.
Program
Penyusunan Peraturan Pemerintah, yaitu perencanaan penyusunan peraturan
pemerintah.
Rancangan Peraturan Pemerintah berasal dari
kementerian dan/ lembaga pemerintah non-kementerian sesuai dengan bidang
tugasnya (Pasal 27)
3.
Program
Perencanaan Peraturan Presiden, yaitu suatu program dari perencanaan peraturan
yang dibuat oleh Presiden.
4.
Program
Legislasi Daerah (Prolegda), yaitu suatu program penyusunan Peraturan Daerah
Provinsi maupun Kabupaten/ Kota. Penyusunan sebuah prolegda sendiri dilakukan
untuk jangka waktu 1 tahun.
[1] Hierarki adalah
penjenjangan setiap jenis Peraturan Peraturan Perundang-undangan yang
didasarkan pada asas bahwa Peraturan
Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
>>Terimakasih..
BalasHapus